Saturday, February 28, 2009

Ibu Juara satu


Dari mulai koki masak, manajer keuangan dan pembelanjaan, guru private, baby sitter, sampai (apabila situasi mendesak) jabatan pencari nafkahpun diterimanya.
Belum berhenti sampai disitu, terkadang apabila masakan telat dihidangkan atau anak kurang terurus, ada saja orang tak tau diri memarahi atau sekedar mengingatkan dengan nada sinis.
Dialah Ibu, sang juara sejatiku
Kenyataannya, si tak tau diri ini samapi sekarang masih saja merajalela, dengan mengusung simbol kejantanan ditancapkannya doktrin bahwa laki-laki sangat aib berada didapur, pantang mengurus anak, cela mencuci pakaian dan membersihkan rumah, maka sekali lagi, Ibulah yang mengerjakan itu semua.
Maka dia memang pantas menyandang predikat, Ibu nomer 1 juara sejatiku.
Namun tanpa mengurangi rasa hormatku pada Ibu, memang di Indonesia memang banyak suku bangsa seperti Jawa, Sunda, Melayu yang membentuk sebuah paradigma yang mengajarkan para wanita untuk hanya menggunakan kemampuan minimal untuk mencapai tujuan yang diingini, akibatnya para wanita ini hanya menggunakan wawasan dan perspektif yang lebih sempit serta menyerah pada kebiasaan dan perasaan yang tidak nyaman.
Ibu. . .maaf aku tidak setuju dengan paradigma bangsamu, bahkan aku menentangnya,
Ibu. . .tugasmu hanya patuh pada suamimu, bukan mengerjakan itu semua sendiri.Dan aku hanya ingin melihatmu tersenyum

Harpa tanpa Dawai

Jika dulu aku tidak bertekad untuk melawan ketidaknyamanan dan menantang kesendirian, tentu sekarang akan kulihat diriku sendiri disini, diantara kerumunan ini, berjalan kesana kemari mengikuti aturan dan keadaan yang tidak kuketahui penyebabnya, mengumpulkan sekeping dua keeping rupiah untuk dihamburkan demi harga diri dan gengsi sesaat , berbusung dada dan menengadah sombong dikala untung, memamerkan segala kecongkakan dan kesempitan pikir yang disangka sebagai sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Aku menolak menjadi seperti itu, aku menolak ajakan lingkungan untuk mengikutinya. Dan kini harpa itu telah berbunyi, harpa yang selama ini terdiam lama tanpa dawai, sontak meski tak berdawai nada kemenangan atas kepicikan pikir. Ia bersenandung, menyatakan bahwa lingkungan selalu memberi pilihan, hanya penghuninya saja yang membuat aturan keliru

Thursday, February 5, 2009

Life Art

Andai nasib itu manusia, akan kutantang ia untuk berduel, kuangkat kerah bajunya dan kuberi dia bogem mentah dimukanya, dan lengkaplah sudah gelarku sebagai pengecut sejati yang melawan nasib dengan emosi. namun aku pernah mendengar, bahwa jika ia dilawan dengan permainan catur, dikecoh dengan strategi bijak, dan diikuti irama alur ketentuannya dengan kepala dingin sehingga mencapai batas tertentu, ia akan mengangkat topi pada sang pejuang ini layaknya ia akan menghormati duke dan conrad Inggris abad pertengahan, dan itulah cara sang pemberani.